ANALISIS UNSUR INSTRINSIK DAN EKSENTRIK PUISI
SOAL A
1. Alasan yang menyebabkan puisi perlu
dianalisis
Puisi perlu dianalisis karena untuk mengetahui makna
puisi tersebut secara utuh dan menyeluruh. Misalnya dengan analisis struktural,
maka kita akan mengetahui struktur fisik dan struktur batin yang membangun
puisi tersebut. Kita dapat mengetahu diksi, citraan, kata konkret, majas,
verifikasi, dan tipografi puisi sebagai struktur fisiknya dan tema, nada,
perasaan, amanat sebagai struktur batinnya.
Oleh Riffaterre disebutkan bahwa dalam membuat puisi
terjadi ketidaklangsungan puisi yang terdiri dari penggantian arti, penyimpangan
arti, dan penciptaan arti. Analisis struktural ini membuat pembaca mengetahui
maksud pengarang dalam menyampaikan puisinya, karena tidak semua puisi ditulis menggunakan
kata-kata yang sebenarnya (denotasi).
Analisis intertekstual bisa menunjukan puisi dengan
hipogram atau teks trasformasinya. Jadi dari berbagai metode analisis puisi
yang digunakan sesungguhnya tujuannya sama, yaitu untuk mengetahui makna puisi
tersebut.
2. Perbedaan strata norma Husserl
dengan strata norma J. Elema
a.
Menurut Husserl strata norma terdiri
dari:
·
Lapis
Bunyi (Sound Stratum)
Bila orang membaca
puisi (karya sastra), yang terdengar adalah rangkaian bunyi yang dibatasi oleh
jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Akan tetapi, suara itu bukan hanya
bunyi tanpa arti. Sesuai dengan konvensi bahasa, bunyi itu disusun sedemikian
rupa hingga menimbulkan arti berdasarkan konvensi. Dengan adanya satuan-satuan
suara, orang menangkap artinya. Maka, lapis bunyi itu menjadi dasar timbulnya
lapis arti.
·
Lapis
Arti (Units Of Meaning)
Yaitu berupa rangkaian
fonem, suku kata, kelompok kata (frase), dan kalimat. Semuanya itu merupakan
satuan-satuan arti. Akan tetapi, dalam karya sastra yang merupakan satuan
minimum arti adalah kata. Kata dirangkai menjadi kelompok kata dan kalimat.
Kalimat-kalimat berangkai menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita ataupun
keseluruhan sajak. Rangkaian satuan-satuan arti itu menimbulkan lapisan ketiga,
yaitu objek-objek yang dikemukakan, pelaku, latar, dan semuanya itu berangkai
menjadi dunia pengarang berupa cerita, lukisan, ataupun pernyataan.
·
Lapis
Objek
Yaitu yang dikemukakan,
“dunia pengarang”, pelaku, tempat (setting).
·
Lapis
“Dunia”
Yaitu yang dipandang
dari titik pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan secara eksplisit karena
sudah terkandung didalamnya (implied). Sebuah peristiwa dapat dikemukakan atau
dinyatakan “terdengar” atau “terlihat”, bahkan peristiwa yang sama, misalnya
jederan pintu, dapat menyiratkan atau memperlihatkan aspek watak “luar” atau
“dalam”. Misalnya pintu membuka bersuara halus dapat memberi sugesti yang
membuka atau menutup seorang wanita atau orang yang berwatak hati-hati.
·
Lapis
Metafisik
Yaitu berupa sifat-sifat
metafisik (yaitu sublim, yang tragis, mengerikan atau menyakitkan, dan yang
suci), dengan sifat-sifat ini karya sastra memberikan renungan (kontemlasi)
kepada pembaca. Akan tetapi, lapis metafisik tidak terdapat dalam semua karya
sastra.
b.
Menurui J. Elema strata norma terdiri
dari:
·
Niveau Anorganis
Adalah tingkatan jiwa yang terendah, sifatnya seperti benda mati, mempunyai
ukuran, tinggi, rendah, panjang, pendek, dangkal, dalam, dapat diraba,
didengar, dilihat, pendek kata dapat dindera. Apabila tingkatan pengalaman jiwa
anorganis ini terjelma dalam karya sastra dapat berupa pola bunyi, bait, larik,
kata, frase, kalimat, alinea, alur, latar, tokoh, majas, metafora, dan
sebagainya yang pada umumnya berupa bentuk formal.
·
Niveau Vegetatif
Adalah tingkatan jiwa seperti tumbuh-tumbuhan, seperti pohon menumbuhkan
kuncup, berbunga, berbuah, dan gugur daun-daunnya atau buah-buah mudanya.
Segala pergantian itu dapat menimbulkan suasana bermacam-macam, misalnya ketika
musim semi atau berbunga dapat menimbulkan suasana romantis, menyenangkan,
menggembirakan, cerah, dan bersuka ria. Sebaliknya, apabila terjadi musim gugur
dapat menimbulkan suasana sedih, masgul, gusar, tertekan, dan putus asa.
Apabila pengalaman jiwa vegetatif ini terjelma dalam karya sastra akan
menimbulkan suasana sedih, gembira, romantis, sahdu, khitmad, dan sebagainya
yang ditimbulkan oleh rangkaian kata-kata itu.
·
Niveau Animal
Adalah tingkatan jiwa seperti yang dicapai oleh binatang, yakni sudah ada
nafsu-nafsu jasmaniah seperti makan, minum, tidur, iri, dengki, dan
seksualitas. Apabila tingkatan jiwa animal ini terjelma dalam karya sastra akan
berwujud seperti nafsu tokoh untuk melahap habis makanan dan minuman yang
tersedia, bermalas-malasan, ingin tiduran, bercinta atau bermesra-mesraan, dan
bahkan nafsu dendam untuk membunuh lawan atau tokoh lainnya.
·
Niveau Human
Adalah tingkatan jiwa yang hanya dapat dicapai oleh manusia, seperti rasa
kasih sayang kepada semua umat, rasa solidaritas antarkawan, saling membantu
atau tolong-menolong, ikhlas kehilangan milikinya yang disayangi, jujur
terhadap perkataan dan perbuatannya, menerima nasibnya dengan rasa bersyukur
atau bertawakal, dan bergotong royong. Apabila tingkatan jiwa human ini
terjelma dalam karya sastra dapat berupa perbuatan seorang tokoh menolong tokoh
lain, kasih sayang seorang tokoh kepada tokoh lain, renungan-renungan batin,
konflik kejiwaan, renungan moral, dan sebagainya. Pendek kata segala pengalaman
yang hanya dapat dirasakan oleh manusia yang penuh suka dan duka.
·
Niveau Religius atau Filosofis
Adalah tingkatan jiwa yang tertinggi dan pengalaman jiwa ini tidak dialami
oleh manusia dalam sehari-harinya. Pengalaman jiwa ini hanya dialami oleh
manusia ketika sedang khusus melakukan kebaktian kepada Tuhan, bersembayang,
berdoa, berzikir, atau renungan tentang hari akhir, pengalaman mistik, dan
renungan menghayati hakikat hidup atau kematian. Apabila pengalaman jiwa ini
terjelma dalam karya sastra akan terwujud sebagai renungan-renungan terhadap
hakikat makna dan tujuan hidup, hal-hal yang transendental dalam kehidupan
manusia, masalah maut, filsafat ketuhanan, dan lain sebagainya.
Dari penjelasan tersebut
dapat disimpulakan bahwa perbedaan strata norma menurut Husserl dan J. Elema
adalah jika Husserl menyebut lima strata dengan nama lapis yaitu lapis bunyi, arti,objek, dunia, dan metafisik sedangkan
J.Elema menyebut lima strata dengan nama niveau
yaitu niveau anorganis, vegetatif, animal, human, dan relihgius atau filosofis.
Menurut J. Elema, niveau juga diterapkan dalam pengalaman jiwa dan karya sastra, pengalaman jiwa tersebut
diurutkan dari yang paling rendah ke paling tinggi sedangkan Husserl hanya
menerapkan strata norma pada karya
sastra saja.
3. Ketidaklangsungan puisi menurut
Riffaterre
Menurut Riffaterre ketidaklangsungan pernyataan
puisi itu disebabkan oleh tiga hal: penggantian arti (displacing), penyimpangan arti (distorting),
dan penciptaan arti (creating of meaning).
a. Penggantian arti (displacing)
Penggantian arti
disebabkan oleh penggunaan bahasa kias. Bahasa kias mencakup semua jenis
ungkapan yang memiliki makna lain dengan makna harfiahnya. Bahasa kias bisa
berupa kata, frasa, ataupun satuan sintaksis yang lebih luas. Sesuai dengan hakekat
puisi sebagai pemusatan dan pemadatan ekspresi, bahasa kias dalam puisi
berfungsi sebagai sarana pengedepanan suatu yang berdimensi jamak dalam bentuk
yang sesingkat-singkatnya. Disamping itu, sebagai akibat bentuknya yang
singkat, bahasa kias juga berfungsi membangkitkan tanggapan pembaca. Fungsi
bahasa kias adalah untuk mengiaskan atau mempersamakan suatu hal dengan hal
lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup.
Bahasa kias dalam puisi
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni kelompok perbandingan
(metafora dan simile), penggantian (metonimi dan sinekdoki), dan pemanusiaan
(personifikasi). Kesemua bahasa kias tersebut memiliki sifat yang umum, yaitu
bahasa-bahasa kias tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya
dengan yang lain.
b. Penyimpangan arti (distorting)
Penyimpangan arti
disebabkan oleh tiga hal yakni ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Ambiguitas
adalah penafsiran bermacam-macam arti atau makna terhadap suatu ungkapan atau
kata. Kontradiksi adalah salah satu cara menyampaikan maksud secara
berlawanan atau kebalikannya. Nonsense adalah kata-kata yang secara
linguistik tidak mempunyai arti atau kata-kata yang merupakan ciptaan penyair
sendiri, contoh potapa potitu potkaukah potaku.
c. Penciptaan arti (creating of meaning)
Penciptaan arti
dipengaruhi oleh sajak (rima), enjambemen, dan tipografi. Sajak (rima)
adalah persamaan bunyi akhir kata. Bunyi ini berulang secara terpola dan
biasanya terdapat di akhir baris saja, tetapi kadang-kadang terletak di awal
atau di tengah baris. Enjambemen adalah kata atau frasa atau baris puisi
yang berfungsi ganda yakni menghubungkan bagian yang mendahului dengan bagian
yang mengikutinya. Artinya, sebuah kelompok kata dipenggal, dan penggalannya
dipindah ke baris berikutnya. Tipografi merupakan aspek bentuk visual
puisi yang berupa tata hubungan dan tata baris. Tipografi kadang disebut
sebagai susunan baris puisi dan ada pula yang menyebutnya sebagai ukiran
bentuk. Tipografi dalam puisi dipergunakan untuk mendapatkan bentuk yang
menarik supaya indah dipandang oleh pembaca.
Jadi
ketidaklangsungan puisi yaitu kata-kata yang digunakan oleh pengarang dalam
membuat puisi bukanlah kata-kata dengan makna yang sebenarnya (denotasi).
Ketidaklangsungan puisi digunakan agar puisi lebih puitis, pemuasatan dan
pemadatan ekspresi, sehingga menggunakan penggantian arti, penyimpangan arti
dan penciptaan arti.
4. Perbedaan antara analisis struktural
dan analisis semiotik
a.
Analisis struktural terdiri dari:
·
Struktur
fisik
ü Diksi
Diksi sendiri berarti
pemilihan kata, yaitu pemilihan kata yang digunakan penyair untuk mencari kata
yang tepat dan sesuai dengan bentuk puisi dan tema yang dikandungnya, sehingga
menghasilkan jiwa penyair secara tepat, setidak-tidaknya mendekati kebenaran.
ü Pengimajian
Penimajian atau citraan
adalah gambaran angan yang timbul setelah seseorang membaca karya sastra dalam
hal ini puisi. Imageri dapat kita pakai sebagai hal untuk memperkuat serta
memperjelas daya bayang pikiran manusia dan nantinya akan menjelmakan gambaran
nyata.
ü Kata konkret
Kata konkret adalah
kata-kata yang tidak mempunyai arti misalnya losta masta.
ü Majas
Majas adalah suatu alat
untuk melukiskan, menggambarkan, menegaskan inspirasi atau ide dalam bentuk
bahasa dengan gaya yang mempesona. Dengan gaya bahasa tersebut diharapkan akan
memberikan warna kehidupan atau menghidupkan kata-kata yang dikatakan penyair,
apabila penggunaan gaya bahasa ini tepat, maka akan mempengaruhi hasil karya
penyair tersebut.
ü Verifikasi
§ Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau
orkestrasi sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca.
§ Ritma
adalah pertentangan bunyi, tinggi rendah, panjang pendek, keras lemah, yang
mengalun teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan.
§ Metrum
adalah perualang kata yang bersifat statis.
ü Tipografi puisi
Tipografi puisi adalah
bentuk puisi.
·
Struktur
batin
ü Tema
adalah makna yang mendasari dan menjadi inti dari sebuah puisi
ü Nada
adalah irama yang ada dalam puisi
ü Perasaan
adalah sesuatu yang dilukiskan dalam puisi. Perasaan bisa berupa kemarahan,
kesedihan, kesenangan, keharuan dan sebagainya.
ü Amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang di dalam puisinya.
b.
Analisis semiotik
Bahasa sebagai
medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu
sistem ketandaan yang mempunyai arti. Kata-kata atau bahasa sebelum
dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti
yang telah ditentukan oleh konvensi masyarakat.
Bahasa tersebut merupakan sistem tanda yang ditentukan oleh konvensi.
Sistem ketandaan tersebut disebut semiotik dan ilmu yang mempelajari sistem
tanda-tanda disebut semiotika atau semiologi.
Analisis semiotik yang paling dikenal adalah
semiotik Riffarerre. Teori semiotik Riffaterre terdiri dari
pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, matriks, model, intertekstual dan
hipogram. Pembacaan heuristik yaitu pembacaan pada taraf mimesis atau pembacaan
yang berdasar pada konvensi bahasa. Sajak dibaca secara linier sebagai dibaca
menurut struktur normatif bahasa. Pada umumnya, bahasa puisi menyimpang dari
penggunaan bahasa biasa. Pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan pada tingkat
makna. Matriks adalah konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi atau
motor penggerak derivasi tekstual. Model adalah berupa kata atau kalimat
sebagai pembatas derivasi (kata atau makna turunan). Intertekstual adalah
hubungan antarteks. Hipogram adalah teks yang menjadi dasar penciptaan teks
lain.
Jadi
perbedaan antara analisis struktural dan analisis semiotik adalah analisis
struktural mencari struktur yang ada dalam puisi yaitu stuktur fisik dan
struktur batin. Dari kedua struktur tersebut dapat diketahui diksi, majas,
tema, amanat dan sebagainya dari puisi yang dianalisis. Analisis semiotik yaitu
mencari tanda yang ada pada puisi dan menurut teori Riffaterre, dalam mencapai
tanda itu dengan menggunakan beberapa tahap, yaitu heuristik, hermeneutik,
matriks, model dan hipogram. Dengan hipogram dapat diketahui teks yang menjadi
dasar dari puisi yang dianalisis.
5.
Perbedaan
analisis intertekstual dan analisis stilistika dalam analisis puisi
Intertekstual berasal dari kata inter yang artinya “di dalam”, “berkaitan dengan” dan kata teksual artinya “bersifat abstraksi”.
Arti kata tekstual sendiri diperoleh
dari kata teks yang artinya
“abstraksi yang terdapat dalam naskah” . Naskah adalah segala yang dicetak atau
diprint ataupun tulisan tangan. Teks
lebih jelasnya adalah konsep yang terbesit dalam pikiran/abstraksi yang
terdapat dalam naskah. Jadi, intertekstual adalah abstraksi suatu
naskah yang berkaitan dengan naskah lain. Teks sastra yang menjadi latar
penciptaan karya sastra oleh Riffaterre disebut hipogram. Karya sastra yang lahir kemudian itu menyerap dan menstransformasikan teks yang menjadi
hipogramnya.
Analisis Intertekstual, langkah awalnya yaitu
mencari dua puisi dengan mencari perbedaan atau persamaan dari kedua puisi
tersebut. Kemudian, kedua puisi itu diparafrasekan atau diartikan secara
menyeluruh. Selanjutnya dicari persamaan atau perbedaan yang ada dalam dua
puisi itu. Persamaan bisa berupa kata yang sama taupun kata yang berbeda tetapi
mempunyai maksud yang sama. Perbedaan dapat dilihat dari kedua penyair,
misalnya dalam mengakhiri puisinya. Langkah terakhir adalah mencari hipogram
dan teks transformasi. Hipogram adalah yang menjadi dasar teks yang lainnya.
Hipogram adalah puisi yang diciptakan lebih awal dan trasformasi adalah puisi
yang diciptakan selanjutnya.
Intertekstual berbeda dengan plagiat. Yang
membedakan kedua hal tersebut adalah karakteristik masing-masing pengarang yang
tercermin melalui karya sastranya.
Berbeda dengan analisis stilistika. Analisis
stilistika terdiri dari:
a. Analisis aspek gaya dalam karya
sastra
·
Diksi
·
Struktur kalimat
·
Majas
·
Citraan
·
Pola rima
·
Matra
b. Analisis aspek kebahasaan karya
sastra
·
Intonasi melahirkan gaya intonasi
·
Bunyi melahirkan gaya bunyi
·
Kata melahirkan gaya kata
·
Kalimat melahirkan gaya kalimat
c. Analisis aspek gagasan atau makna
yang dipaparkan dalam karya sastra
Adalah analisis makna dari puisi
secara menyeluruh.
SOAL
B
ANALISIS
STRUKTURAL
Puisi
“Kota Bawah Tanah” Karya Dorothea Rosa Herliany
A.
TEORI
Analisis
struktural terdiri dari struktur fisik dan struktur batin.
1.
Struktur
fisik
ü Diksi
Diksi sendiri berarti
pemilihan kata, yaitu pemilihan kata yang digunakan penyair untuk mencari kata
yang tepat dan sesuai dengan bentuk puisi dan tema yang dikandungnya, sehingga
menghasilkan jiwa penyair secara tepat, setidak-tidaknya mendekati kebenaran.
ü Pengimajian
Penimajian atau citraan
adalah gambaran angan yang timbul setelah seseorang membaca karya sastra dalam
hal ini puisi. Imageri dapat kita pakai sebagai hal untuk memperkuat serta memperjelas
daya bayang pikiran manusia dan nantinya akan menjelmakan gambaran nyata.
ü Kata konkret
Kata konkret adalah
kata-kata yang tidak mempunyai arti misalnya losta masta.
ü Majas
Majas adalah suatu alat
untuk melukiskan, menggambarkan, menegaskan inspirasi atau ide dalam bentuk
bahasa dengan gaya yang mempesona. Dengan gaya bahasa tersebut diharapkan akan
memberikan warna kehidupan atau menghidupkan kata-kata yang dikatakan penyair,
apabila penggunaan gaya bahasa ini tepat, maka akan mempengaruhi hasil karya
penyair tersebut.
ü Verifikasi
§ Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau
orkestrasi sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca.
§ Ritma
adalah pertentangan bunyi, tinggi rendah, panjang pendek, keras lemah, yang
mengalun teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan.
§ Metrum
adalah perualang kata yang bersifat statis.
ü Tipografi puisi
Tipografi puisi adalah
bentuk puisi.
2. Struktur batin
ü Tema
adalah makna yang mendasari dan menjadi inti dari sebuah puisi
ü Nada
adalah irama yang ada dalam puisi
ü Perasaan
adalah sesuatu yang dilukiskan dalam puisi. Perasaan bisa berupa kemarahan,
kesedihan, kesenangan, keharuan dan sebagainya.
ü Amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang di dalam puisinya.
B. ANALISIS
Kota Bawah Tanah
tubuh siapakah
melukis gelap.
melubangi cahaya
dalam terowongan,
menuju petabuta.
para pejalan
menanti sejutamil jarak mengkerut.
dalam perjalanan
matahari membeku.
para pemahat
merias wajah kota yang terkubur.
di bawah tanah
terkutuk.
tubuh siapakah,
perempuan yang menangis,
ibu yang
kesepian, mengukir abad lelaki,
di lorong-lorong
peradaban penuh dendam.
Athena, 2003
1.
Struktur fisik
a. Diksi
Diksi atau
pilihan kata dalam puisi “Kota Bawah Tanah” karya Dorothea Rosa Herliany selain
menggunakan kata bermakna denotasi, juga menggunakan kata bermakna konotasi
antara lain /tubuh siapakah melukis gelap/
kata melukis bermakna menjadikan, /para
pemahat merias wajah kota yang
terkubur/ kata merias bermakna
memperindah, /ibu yang kesepian, mengukir
abad lelaki/ kata mengukir bermakna
mengikuti.
Diksi yang
dipilih oleh pengarang menjadikan puisi “Kota Bawah Tanah” estetik dan
merupakan ekspresi penjelmaan jiwa pengarang.
b. Pengimajian
·
Pengimajian penglihatan terdapat pada
kutipan:
/tubuh siapakah melukis gelap./
bait pertama baris pertama
/melubangi cahaya dalam
terowongan,/ bait pertama baris kedua
/menuju petabuta./ bait
pertama baris ketiga
/para pemahat merias wajah kota
yang terkubur./ bait kedua baris ketiga
/tubuh siapakah, perempuan yang
menangis,/ bait ketiga baris pertama
·
Pengimajian
gerak terdapat pada kutipan:
/dalam
perjalanan matahari membeku./ bait kedua baris kedua
·
Pengimajaian
perasaan terdapat pada kutipan:
/ibu yang kesepian, mengukir abad
lelaki,/ bait ketiga baris kedua
/di lorong-lorong peradaban penuh
dendam./ bait ketiga baris ketiga
c. Kata Konkret
Puisi “Kota Bawah Tanah” tidak
mempunyai kata konkret.
d. Majas
Majas dalam puisi “Kota Bawah
Tanah” adalah personifikasi dan hiperbola.
·
Majas Personifikasi
/tubuh siapakah melukis gelap./
bait pertama baris pertama
/melubangi cahaya dalam
terowongan,/ bait pertama baris kedua
/dalam perjalanan matahari membeku./
bait
kedua baris kedua
/para pemahat merias wajah kota
yang terkubur./ bait kedua baris ketiga
/di bawah tanah terkutuk./
bait kedua baris keempat
/ibu yang kesepian, mengukir abad
lelaki,/ bait ketiga baris kedua
/di
lorong-lorong peradaban penuh dendam./ bait ketiga baris
ketiga
·
Majas Hiperbola
/para pejalan
menanti sejutamil jarak mengkerut./ bait kedua baris pertama
e. Verifikasi
·
Rima dalam puisi ini adalah rima bebas,
yaitu rima yang tidak mengikuti pola persajakan.
·
Ritma dalam puisi ini adalah andante,
yaitu yang menimbulkan irama lambat.
·
Metrum tidak ditemui dalam puisi ini.
f. Tipografi puisi
Bentuk atau tipografi puisi “Kota
Bawah Tanah” adalah seperti sebuah cerita.
2.
Stuktur batin
a. Tema
Tema puisi “Kota Bawah Tanah”
adalah seseorang yang ingin memperbaiki keadaan suatu kota yang rusuh karena dendam
dan merusak peradapan zaman.
b. Nada
Nada dalam puisi ini adalah sendu
karena puisi “Kota Bawah Tanah” menceritakan kesedihan yang dialami oleh penduduk
di suatu kota.
c. Perasaan
Perasaan dalam puisi ini adalah
kesedihan (tubuh siapakah, perempuan yang
menangis). Hal ini karena keadaan kota yang rusuh sehingga menimbulkan
kesedihan di mana-mana.
d. Amanat
Amanat puisi “Kota Bawah Tanah”
adalah agar seseorang mau membuat perubahan kearah yang lebih baik untuk
merubah suatu keadaan yang buruk. Walaupun perubahan yang dilakukan hanya
kecil, tapi bisa bermanfaat untuk orang lain yang membutuhkan.
C.
SIMPULAN
Analisis
struktural ini mencari struktur fisik dan struktur batin pada puisi “Kota Bawah
Tanah” karya Dorothea Rosa Herliany. Struktur fisik terdiri dari diksi,
pengimajian, kata konkret, majas, verifikasi, dan tipografi puisi. Struktur batin
terdiri dari tema, nada, perasaan, dan amanat.
Diksi
yang digunakan selain menggunakan kata bermakna denotasi juga menggunakan makna
konotasi. Pengimajian terdiri dari pengimajian penglihatan, gerak dan perasaan.
Kata konkret tidak ditemui dalam puisi ini. Verifikasi terdiri dari rima,
ritma, dan metrum. Rima yang digunakan adalah rima bebas, ritma yang digunakan
adalah andante, dan metrum tidak ditemukan dalam puisi ini. Tipografi puisinya
adalah seperti sebuah cerita.
Tema
dalam puisi “Kota Bawah Tanah” adalah seseorang yang ingin memperbaiki keadaan
suatu kota yang rusuh karena dendam yang merusak peradapan zaman. Nada puisi
ini adalah sendu. Perasaan yang tercipta dalam puisi ini adalah kesedihan.
Amanat yang ingin disampaikan oleh penyair adalah agar seseorang mau membuat
perubahan kearah yang lebih baik untuk merubah suatu keadaan yang buruk.
Puisi
“Kota Bawah Tanah” menceritakan tentang seseorang yang ingin membuat perubahan
lebih baik (melukis gelap) untuk kota yang selama ini ia tempati. Kota tersebut
telah rusak dan terpuruk. Tekad telah membawanya untuk membuat orang lain
bahagia (melubangi cahaya dalam terowongan), walaupun jalan yang ia tempuh
belum pasti (menuju petabuta).
Keadaan
kota tersebut tidak mengikuti perubahan zaman. Para penduduk yang berjalan kaki
membutuhkan kendaraan agar jarak yang mereka tempuh menjadi lebih dekat (para
pejalan menanti sejutamil jarak mengkerut). Membutuhkan bangunan dan tempat
berlindung dari terpaan sinar matahari (dalam perjalanan matahari membeku).
Maka dibutuhkan seseorang yang mampu membuat dan memperindah kota menjadi lebih
baik (para pemahat merias wajah kota yang terkubur) walaupun sebelumnya keadaan
tersebut sangat rusuh (tanah terkutuk).
Semua
perbaikan itu dilakukan untuk membahagiakan semua orang. Selama ini, di kota
tersebut yang ditemui adalah kesedihan perempuan (perempuan yang menangis) dan
ibu yang kesepian di tinggal suaminya (ibu yang kesepian, mengukir abad lelaki).
Hal itu karena sebelumnya ada dendam yang merajai kota tersebut (di
lorong-lorong peradaban penuh dendam).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar